elektronika

elektronika

Minggu, 18 Oktober 2015

FULL WAVE RECTIFIER

PENYEARAH GELOMBANG PENUH

Rangkaian penyearah gelombang penuh dapat kita bedakan menjadi dua rangkaian, yaitu dengan menggunakan trafo CT dan dengan menggunakan dioda brige. Sekarang kita akan membahas satu persatu rangkaian penyearah gelombang penuh.

A.        Penyearah gelombang penuh dengan trafo CT


Secara bentuk rangkaiannya dapat kita gambarkan sebagi berikut :


Rangkaian ini menggunakan dua buah dioda yang diberikan tegangan output dari sekunder trafo CT yang kemudian kita sebut sebagai tegangan input rangkaian (Vi). Resistor beban RL kita gunakan pada output rangkaian yang akan mengahsilkan tegangan output (Vout).
Terminal sekunder akan mengeluarkan dua buah tegangan keluaran yang sama besarnya tetapi fasenya berlawanan dengan titik CT, yang akan menjadi tegangan input Vi ke dioda D1 dan D2.

Pada siklus positif D1 mandapat bias maju maka akan mengalir arus i1 yang akan melewati RL lalu menuju CT. 




Pada siklus negatif  D2 mandapat bias maju maka akan mengalir arus i2 yang akan melewati RL lalu menuju CT.



Jika siklus gelombang sinus berulang maka D1 dan D2 akan terus bekerja secara bergantian dengan menghasilkan arah arus  iL pada Resistor Beban RL  yang searah.
Untuk lebih jelasnya kita bisa lihat kembali urutan gambarnya sebagai berikut :



Terlihat jelas bahwa rangkaian penyearah gelombang punuh ini merupakan gabungan dua buah penyearah setengah gelombang yang mengaktifkan dua buah dioda yang saling bergantian setiap setengah siklusnya. Dengan demikian  arus maupun tegangan rata-ratanya adalah dua kali dari penyearah setengah gelombang.
Arus rata-rata :



Dan besarnya tegangan rata-rata :


Apabila nilai resistansi saat dioda dibias maju (Rf) jauh lebih kecil dari nilai RL, maka nilai Rf tersebut dapat kita abaikan, sehingga besarnya tegangan rata-rata menjadi :



Apabila penyearah bekerja dengan tegangan Vm yang kecil, untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti, maka tegangan cut-in dioda () perlu diperhatikan, yaitu :


Tegangan puncak inverse atau Peak Inverse Voltage (PIV) yang diterima oleh dioda adalah sebesar 2Vm.
Misalkan pada saat siklus positif, dimana D1 sedang dibias maju (ON) dan D2 dibias mundur (OFF), maka jumlah tegangan yang berada pada dioda D2 yang OFF tersebut adalah dua kali dari besarnya tegangan sekunder trafo. Sehingga nilai PIV untuk masing-masing dioda dalam rangkaian penyearah dengan trafo CT ini adalah :








B.  Penyearah Gelombang Penuh Dengan Dioda Brige

Pada rangkaian jenis ini kita dapat menggunakan jenis trafo CT ataupun non CT, atau bahkan bisa juga tanpa menggunakan trafo. Rangkaian dasar penyearah gelombang penuh dapat kita gambarkan sebagai berikut :



Prinsip kerja rangkaian ini adalah sebagai berikut :



Pada siklus positif dari output trafo arus akan mulai mengalir dari A, dioda D1 terbias maju dan akan menjadi ON, menghasilkan arus i1 yang akan melewari resistor beban RL menuju dioda D3 yang akan terbias maju dan menjadi ON, lalu arus akan sampai ke trafo bagian B.
Arus tidak melewati dioda D2 dan D4 karena terbias mundur.






Pada siklus negatif dari output trafo arus akan mulai mengalir dari B, dioda D2 terbias maju dan akan menjadi ON, menghasilkan arus i2 yang akan melewari resistor beban RL menuju dioda D4 yang akan terbias maju dan menjadi ON, lalu arus akan sampai ke trafo bagian A.
Arus tidak melewati dioda D1 dan D3 karena terbias mundur.




Arah arus i1 dan i2 yang melewati beban RL adalah sama, dengan demikian arus pada reisitor beban RL ini kita sebut saja sebagai iL, adalah merupakan penjumlahan dari kedua arus i1 dan i2, dengan menempati paruh waktu  masing-masing siklusnya. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut ini :




Arah arus i1 dan i2 pada beban resistor RL adalah sama, dengan demikian arus yang mengalir pada beban (iL) adalah merupakan penjumlahan dari arus i1 dan i2, dengan menempati paruh waktu masing-masing pada setiap siklusnya.
Besarnya aarus rata-rata pada resistor beban RL adalah sama seperti penyearah gelombang penuh dengan trafo CT yaitu :


Dan untuk nilai tegangan rata-rata dengan memperhatikan besarnya nilai tegangan cut-in dioda () adalah :


Nilai  2Vɣ ini diperoleh karena pada setiap siklus terdapat dua dioda yang berhubungan secara seri.

Tegangan Puncak Inverse atau Peak Inverse Voltage (PIV) dapat kita dapatkan dari :


Contoh latihan soal :

Hitunglah nilai arus dan tegangan rata-rata pada Vout jika kita ketahui nilai perbandingan lilitan trafo adalah N1:N2 = 10:1, Veff = 220V dan f = 50 Hz, resistor RL = 1KΩ.




Penyelesaian :

Kita ketahui adalah input tegangan PLN 220 V, dengan nilai tegangan efektifnya Veff = 220V. Maka kita dapat menghitung nilai tegangan maksimum (Vm) :


bentuk gelombang :


Pada titik B adalah tegangan output trafo stepdown dimana perbandingan lilitan primer  N1 = 10 dan sekunder N2 = 1, maka N1:N2 = 10:1. Maka tegangan maksimum pada titik B adalah :


Bentuk gelombang pada B :



Dengan mempertimbangkan nilai tegangan cut-in dioda () besarnya tegangan rata-rata Vdc :


Dan bentuk gelombang pada outputnya adalah :



Untuk mencari arus maksimum Im dengan mengabaikan nilai Rf yang kecil adalah :


dan arus rata-rata adalah: 



Dari gelombang yang dihasilkan pada bagian outputnya kita bisa melihat bahwa jarak antara puncak ke puncak semakin rapat, maka nilai frekuensi outputnya adalah :


Besar tegangan PIV adalah :



Terimakasih telah mengunjungi blog saya, semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat bagi anda para pembaca yang budiman.




Referensi bacaan :

Malvino,A.P. (1993). Electronics Principles 5th Edition.
Herman Dwi Surjono, Ph.D. (2007). Ebook Elektronika Terapan.
Dan dari berbagai sumber lainnya.

Desain Gambar : Basuki Dwi Putranto
Menggunakan aplikasi Livewire dan CircuitMaker 



Sabtu, 08 Agustus 2015

Pentingnya Kalibrasi Alat Ukur Dalam Kegiatan Medis

Kalibrasi Peralatan Medis

Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan kesehatan lainnya.10 Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya peralatan kesehatan dan semakin beraneka ragamnya jenis peralatan kesehatan yang digunakan dalam kegiatan medis, guna meningkatkan keamanan dan keakurasian informasi hasil pengukuran peralatan kesehatan tersebut maka dipandang sangat perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan yang kini banyak digunakan oleh para praktisi kesehatan.


Undang –Undang Rumah Sakit Tahun 2009 telah mewajibkan bahwa setiap peralatan medik yang digunakan di rumah sakit harus dilakukan pengujian dan kalibrasi secara berkala.

Mengingat masih rendahnya pelayanan pengujian dan kalibrasi peralatan medis di Indonesia serta masih kurangnya pengertian dan pemahaman rumah sakit, baik Daerah, Dinas Kesehatan Propinsi, ataupun Kabupaten/Kota terhadap perlunya kalibrasi dan pengujian ini, maka perlu dilakukan sosialisasi dalam bentuk Kebijakan Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan kepada para praktisi kesehatan maupun rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia.

Pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan sejalan dengan program peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada Pasal 16 ayat 2 ditegaskan bahwa Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau Institusi Penguji Yang Berwenang.

Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) sebagai institusi penguji dan kalibrasi alat kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.363/Menkes/Per/IV/1998, diberi tugas melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan untuk menjamin mutu (ketelitian, ketepatan dan keamanan) peralatan kesehatan. Kebijakan terkait yang mendukung pengujian dan kalibrasi adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Sejalan dengan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi yang dilakukan oleh BPFK, dikeluarkan pula PP No.13 Tahun 2009 tentang Pola Tarif yang berlaku untuk pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.

Melalui sosialisasi yang mencakup perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan masalah kalibrasi peralatan medis, setiap rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun poliklinik diharapkan mulai sadar mengenai perlunya pengujian dan kalibrasi terhadap peralatan medis. Dengan dilaksana­kannya sosialisasi pengujian dan kalibrasi maka Dinas Kesehatan beserta jajarannya (rumah sakit dan puskesmas) diharapkan dapat mendukung sepenuhnya tugas yang dibebankan kepada BPFK. Kini di seluruh Indonesia telah berdiri empat BPFK yang ada di empat kota besar, yaitu BPFK Jakarta, BPFK Surabaya, BPFK Medan, dan BPFK Makassar. Namun, dari keempat BPFK tersebut, dirasakan sampai saat ini belum dapat memenuhi semua permintaan pelayanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan jumlah dan jangkauan pelayanan BPFK untuk meningkatkan kemampuan cakupan pelayanannya.

Maksud dan tujuan utama pengembangan BPFK adalah untuk lebih meningkatkan jangkauan layanan kegiatan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan, sehingga pelayanan pengujian dan kalibrasi serta proteksi radiasi dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pemerintah merencanakan akan membangun empat unit fungsional BPFK, yaitu Unit Fungsional Pengamanan Fasilitas Kesehatan di Solo, Palembang, Banjarmasin, dan Jayapura.

Tantangan pada era globalisasi yang diiringi dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan, mengakibatkan jumlah rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, merasa perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi guna memenuhi standar kesesuaian mutu pelayanan kesehatan. Kepada lembaga-lembaga kesehatan yang belum melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan medis yang dimilikinya, wajib melaksanakan pengujian dan kalibrasi untuk peralatan kesehatan, baik yang baru di instalasi atau sedang diuji fungsikan, setelah perbaikan dan peralatan kesehatan yang belum mempunyai sertifikat kalibrasi atau sertifikat kalibrasinya sudah tidak berlaku lagi.

Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan terkait dengan keselamatan pasien yang saat ini sudah mulai masuk ke ranah hukum, sehingga pelaksanaan pengujian dan kali­brasi alat kesehatan bukan hanya sekadar untuk mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan. Namun, yang lebih penting dari itu adalah dalam rangka menjamin kualitas pelayanan medis dan keamanan pasien. Peralatan medis harus memenuhi standar keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan laik pakai. Untuk menjamin terpenuhinya ketentuan tersebut maka terhadap setiap jenis peralatan medis harus dilakukan pengujian dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dengan adanya kecenderungan jumlah sarana pelayanan kesehatan yang terus meningkat maka kemampuan dalam pelayanan pengujian dan kalibrasi pun dituntut untuk meningkat pula. Rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pencapaian kesesuaian mutu pada alat medis harus dilakukan pada seluruh tahapan, termasuk pada tahapan/siklus penggunaan. Beberapa kendala yang saat ini umum ditemui di lapangan dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi peralatan medis adalah masalah alokasi anggaran. Banyak pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengujian dan kalibrasi peralatan medis.

Banyak permasalahan yang muncul berkaitan dengan penggunaan peralatan medis saat ini di Indonesia.

Sekedar contoh, berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung di lapangan, banyak akurasi tensimeter pengukur tekanan darah yang sudah jauh melampaui batas toleransi yang ditetapkan, yakni berkisar lebih kurang 15 mmHg. Jika alat dalam kondisi seperti itu dipaksa digunakan tanpa dikalibrasi, orang yang memiliki tekanan darah tinggi bisa dinyatakan normal atau sebaliknya. Masalah yang ditemukan di lapangan ternyata bukan cuma soal kisaran akurasi, tetapi ada juga tensimeter yang air raksa di dalamnya memiliki gelembung, kotor, bahkan tersumbat, tapi tetap dipakai.


Di suatu rumah sakit, bukan tidak mungkin ditemukan hanya 20 persen dari alat kesehatannya yang masih layak pakai. Kenyataan itu terungkap dalam acara open house Kalibrasi dan Instrumentasi serta Teknologi Pengujian yang diadakan oleh Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi LIPI serta Pusat Penelitian Standar Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Masalah lain yang ditemukan di lapangan adalah adanya beberapa rumah sakit yang justru ketakutan ketika akan dilakukan pengujian terhadap peralatan kesehatan yang dimilikinya. Ketakutan itu muncul karena alat yang mereka miliki sudah tidak layak pakai.


Menurut Pusat Standar Mutu dan Teknologi Pengujian, saat ini pusat penelitian itu sedang merintis kemampuan dan fasilitas untuk pengujian alat-alat medis yang bukan sekadar tera, dengan harapan bisa memperbaiki kondisi seperti dicontohkan di atas. Beberapa jenis peralatan medis seperti peralatan ultrasonografi (USG), inkubator bayi, pacu jantung elektrik, simulator pasien, tensimeter, dan peralatan lainnya perlu diuji serta dikalibrasi ulang. Untuk peralatan USG, misalnya, pengujiannya dilakukan untuk memastikan apakah ketika alat bergerak ke sisi perut tertentu, gambar yang ditunjukkan benar bagian dari perut itu dan tidak menyimpang.

Suatu alat ada kemungkinannya juga harus menjalani beberapa jenis kalibrasi. Pesawat sinar-X untuk radiodiagnostik, misalnya, perlu diuji tingkat radiasi paparan (exposure radiation) dan kemampuan pencitraan dari alat tersebut.

Kalibrasi jenis pertama ditujukan untuk mengalibrasi tingkat radiasi paparan yang keluar agar tidak melebihi batas normal keamanan bagi pasien maupun operator. Sedang kalibrasi yang kedua dilakukan berhubungan dengan diagnosis untuk mendapatkan kualitas citra terbaik.


Beberapa alat kedokteran sekarang ini ada juga yang sudah dilengkapi alat bantu untuk mengalibrasi dari pabrik pembuatnya. Misalnya, untuk pesawat CT-Scan terdapat water phantom untuk menganalisis distribusi intensitas dari CT-Scan dan pada elektrokadiograf (EKG) terdapat Phantom Signal Generator yang berupa generator sinyal pembangkit sinyal EKG standar. Pada alat-alat laboratorium klinik pun juga ada phantom pengkalibrasi ini. Jadi, bila rumah sakit membeli alat baru, perlu memperhatikan kelengkapan alat untuk pengkalibrasiannya.

Tidak jarang suatu rumah sakit enggan untuk mengalibrasi alatnya karena merasa keabsenan alat tersebut saat dikalibrasi akan menggangu kelancaran pelayanan rumah sakit.

Tidak jarang juga suatu rumah sakit bahkan sama sekali tidak tahu di mana dan bagaimana harus mengalibrasi alatnya. Banyak juga rumah sakit yang tidak mengetahui bahwa alatnya sudah tidak layak pakai lagi. Karena persoalan itu, kini sebagaian masyarakat umum yang sudah mulai paham tetang jaminan kualitas pelayanan kesehatan menjadi takut, atau paling tidak ragu kalau banyak dokter salah diagnosis gara-gara alat yang digunakan sebagai alat bantu tidak bisa dipercayai keakuratan hasil pengukurannya.


Masalah peralatan di rumah sakit bukan sekadar memperbaiki kalau ada kerusakan, tapi yang paling mendasar adalah melakukan kalibrasi alat yang erat kaitannya dengan akurasi dan presisi pembacaan alat terhadap spesimen yang diperiksa. Penyimpangan alat akan sangat besar kalau tidak pernah dikalibrasi, sehingga kelaikan alat atau pesawat untuk memeriksa spesimen dengan betul dan mendekati kebenaran sulit tercapai. Karena kondisi alat yang sudah tidak laik pakai, tidak jarang ditemukan kasus di lapangan di mana hasil pemeriksaan laboratorium tidak bersesuaian dengan kondisi klinis yang diderita pasien.16 Jika hal itu terjadi, jalan keluarnya selama ini adalah dengan mengulang pemeriksaan di laboratorium lain (second opinion/test). Tidak pernah mencurigai alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan.


Penutup
Jika masalah kelayakan peralatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dikaitkan dengan keselamatan pasien maka banyak jenis kegiatan medis yang dilakukan di Indonesia belum memberikan jaminan keselamatan kepada pasien. Indikasi ini dapat dilihat dari rendahnya kesadaran terhadap pengujian dan kalibrasi peralatan yang digunakan sebagai penunjang dalam pelayanan kesehatan. Pengujian dan kalibrasi alat medis sebaiknya dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali. Namun, saat ini banyak peralatan medis yang digunakan di rumah sakit jarang divalidasi dan dikalibrasi ulang. Departemen Kesehatan melaporkan bahwa sekitar 40% instrumen medis yang dipakai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia belum dikalibrasi. Indikasi lain yang menunjukkan rendahnya jaminan keselamatan bagi pasien adalah laporan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang menemukan banyaknya pesawat sinar-X yang dioperasikan tanpa ijin, atau ijinnya sudah kadaluwarsa.

Di lain pihak, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan alat medis yang aman dan akurat semakin meningkat. Demikian pula tuntutan tehadap jaminan keselamatannya. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, terlihat masih adanya pekerjaan besar dalam mengoptimalkan peran pengujian dan kalibrasi alat-alat kesehatan di Indonesia.



Sumber :
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2012/edisi-no-04-vol-xxxvii-2012/435-artikel-konsep/890-pentingnya-kalibrasi-alat-ukur-dalam-kegiatan-medis

Rabu, 05 Agustus 2015

MODE AKTIF PADA TRANSISTOR BIPOLAR

Pemahaman dasar transistor saat beroperasi dalam mode aktif

Penggunaan transistor sebagai saklar akan mengeksplorasi dua mode operasi transistor. Dan kedua mode operasi tersebut adalah saat transistor dikatakan menjadi mode cutoff (transistor akan seperti saklar yang terbuka), dimana transistor tidak bisa mengalirkan arus antara emitor dan kolektor. Sebaliknya transistor akan dikatakan menjadi mode jenuh (saturasi) saat transistor dapat menjadi konduktor atau mengalirkan arus antara emitor dan kolektor.

Namun transistor bipolar tidak hanya beroperasi pada dua mode operasi diatas. Seperti yang kita pelajari pada artikel sebelumnya bahwa arus basis seolah-olah seperti “membuka gerbang” untuk mengalirkan arus melalui kolektor dengan jumlah yang dibatasi atau proporsional. Jika pada batas ini arus yang dikontrol ini lebih besar dari nol tetapi kurang dari jumlah maksimum yang diperbolehkan oleh power supply dan rangkaian beban, transistor akan “throttle” dimana mode ini adalah suatu mode antara cutoff dan jenuh(saturasi). Dan mode ini disebut mode aktif.



Dari gambar diatas kita lihat daerah aktif ditandai pada daerah yang berwarna biru.


Sebuah analogi otomotif mungkin bisa menjelaskan mode operasi transistor, seperti berikut ini :

cutoff adalah kondisi dimana tidak ada gaya yang dihasilkan oleh bagian mekanik mobil untuk membuatnya bergerak. Dalam mode cutoff, rem mobil berfungsi (arus basis nol), mencegah mobil bergerak (arus kolektor dicegah atau diblokir).

Mode aktif adalah kondisi dimana mobil berjalan dengan konstan, kecepatan terkontrol (arus kolektor konstan dan terkontrol) sesuai yang diinginkan pengemudi.

Mode jenuh (saturation) adalah kondisi dimana mobil dikendarai menaiki bukit yang curam, dimana jalan yang curam tersebut akan membuat kecepatan yang tidak diinginkan oleh pengemudi. Dengan kata lain, mode jenuh adalah dimana pedal pemercepat atau pedal gas mobil ditekan penuh kebawah (arus basis mengontrol arus kolektor yang lebih besar daripada arus yang disediakan oleh power supply atau beban).

Coba perhatikan gambar dibawah ini untuk menunjukkan apa yang terjadi saat transistor beroperasi pada mode aktif.


“Q” adalah standar penunjukkan komponen transistor pada gambar skematik, seperti “R” untuk resistor, dan “C” untuk kapasitor. Pada rangkaian atau sirkuit ini kita memiliki transistor NPN yang diaktifkan oleh baterai “V1” dan dikendalikan oleh arus melalui sumber arus “I1” . sebuah sumber arus adalah perangkat yang menghasilkan output dengan jumlah arus tertentu, dan menghasilkan sebanyak atau sedikit tegangan pada terminal untuk memastikan dengan tepat jumlah arus yang mengalir. Membuat arus tetap konstan terkenal sulit (tidak seperti sumber tegangan yang selalu dengan upaya kontras tetap menjaga agar tegangan tetap konstan, dan dengan output arus yang tidak menentu), tetapi hal itu dapat diwujudkan dengan kumpulan komponen-komponen elektronika yang kecil. Seperti yang kita ketahui dari transistor, bahwa ia cenderung mirip dengan perilaku sumber arus, yaitu mempunyai kemampuan untuk mengatur arus pada nilai konstan atau tetap.

Pada simulasi diatas, kita atur sumber arus pada nilai yang konstan 20 µA, kemudian sumber tegangan (V1) divariasikan antara 0 sampai 2 volt. Setelah itu kita pantau berapa banyak arus yang mengalir melewati transistor itu. Gambar baterai kosong diatas (Vammeter) dengan output 0 volt digunakan sebagai elemen sirkuit untuk pengukuran arus.


Kolektor yang menyapu atau mengalirkan tegangan 0 sampai 2 volt dengan arus basis yang konstan 20 µA, akan menghasilkan arus kolektor (arus utama) yang konstan 2 mA pada daerah jenuh(saturation).

Mengatur atau menseting konstan arus basis sebesar 20 µA akan menetapkan batas arus kolektor 100 kali lebih besar, yaitu sebesar 2 mA. Perhatikan gambar kurva diatas, yang menunjukkan besarnya arus kolektor yang konstan selama rentangan tegangan baterai dari 0 sampai 2 volt. Ada satu pengecualian untuk ini, yaitu sifat khusus pada petak diawal, dimana tegangan baterai yang naik dari 0 volt menjadi lebih besar dari 0 volt, ada kenaikan arus kolektor yang sangat cepat dari 0 ampere ke batas arus 2 mA.

Lalu, mari kita lihat apa yang terjadi bila tegangan baterai diubah dengan jangkauan atau rentang yang lebih luas, dari 0 – 50 volt. Dan dengan arus basis yang tetap, yaitu 20 µA konstan. Perhatikan gambar dibawah ini...


Hasil yang sama didapatkan, meskipun tegangan yang mengalir sekitar 0 – 50 volt, dan arus basis 20 µA. Arus kolektor benar-benar stabil pada 2 mA meskipun tegangan baterai bervariasi. Dalam hal ini transistor berfungsi sebagai regulator atau pengatur arus.

Sekarang kita lihat apa yang terjadi bila arus pengendali atau arus basis kita naikkan dari 20 µA menjadi 75 µA, dengan rentang tegangan yang sama 0 – 50 volt. Perhatikan gambar grafik arus dibawah ini....



Arus basis yang konstan 75 µA akan membatasi arus kolektor sehingga menjadi stabil pada 7,5 mA. Begitu juga dengan kurva-kurva dari variasi arus basis yang lain, arus kolektor atau arus utama akan dibatasi menjadi 100 kali arus basis (arus pengendali).


Hubungan antara arus dan tegangan pada transistor sangat berbeda dengan yang ada pada resistor. Pada resistor arus akan meningkat secara linier jika tegangannya meningkat. Namun pada transistor, arus kolektor(arus utama) akan tetap terbatas atau stabil pada nilai maksimum tidak peduli seberapa besar tegangan meningkat.

Perhatikan kumpulan kurva pada gambar dibawah ini, yang menunjukkan setiap kurva untuk tingkat arus basis yang berbeda, kurva ini disebut kurva karekteristik transistor.


Setiap kurva pada grafik menunjukkan besarnya arus kolektor dari berbagai tegangan emitor-kolektor, untuk jumlah arus basis tertentu. Karena transistor cenderung berfungsi sebagai regulator arus, atau membatasi arus kolektor dengan proporsi yang ditetapkan oleh arus basis, maka proporsi ini dapat diekspresikan sebagai standar ukuran kinerja transistor. Perbandingan rasio arus kolektor dengan rasio arus basis biasa dikenal sebagai rasio “Beta” (dilambangkan dalam huruf yunani β) atau dengan hfe:


               Ic (arus kolektor )
β dc  = --------------------------------
               Ib (arus basis)



β transistor ditentukan saat membuat atau merancang dan tidak bisa diubah setelah pembuatan. Sebenarnya rasio β pada transistor tidak tetap stabil untuk semua kondisi operasi. Rasio β bisa saja berubah dikarenakan beberapa faktor seperti, jumlah arus kolektor, temperatur transistor, frekuensi sinyal yang diperkuat, dan faktor-faktor yang lainnya.

Perhatikan model transistor yang kompleks berikut ini :


Model transistor diatas seperti kombinasi antara dioda dan rheostat (variable resistor). Dari gambar diatas menunjukkan kalau itu transistor dengan jenis NPN, untuk yang berjenis PNP sebenarnya ya sama, hanya saja perbedaannya cuma pada arah dioda. Model ini berhasil menggambarkan konsep dasar transistor amplifikasi, yaitu sinyal arus basis dapat mengontrol arus kolektor. 

Namun transistor model ini merupakan gagasan yang gagal untuk mengatur arus kolektor seperti gambar kurva karekteristik sebelumnya. Gambar kurva arus kolektor akan terus meningkat secara linear saat tegangan meningkat, atau dengan kata lain arus kolektor akan berbanding lurus dengan tegangan emitor-kolektor.

Perhatikan sebuah model transistor yang lebih baik dibandingkan model sebelumnya pada gambar dibawah ini.


Model ini menunjukkan transistor yang terdiri dari dioda dan sumber arus. Output sumber arus yang ditetapkan merupakan kelipatan (rasio β) dari arus basis. Model ini jauh lebih akurat dalam menggambarkan input/output karakteristik transistor yang sebenarnya. Selain itu model ini disukai ketika melakukan analisis jaringan pada sirkuit transistor, sumber arus menjadi komponen yang dipahami dengan baik secara teori.



Selanjutnya akan kita bahas tentang prinsip transistor sebagai saklar,  dimana kondisi nya pada daerah saturasi dan daerah cut off.. 






Senin, 03 Agustus 2015

TRANSISTOR BIPOLAR

Bipolar junction transistor (BJT) atau yang biasa dikenal dengan transistor bipolar merupakan komponen elektronika yang terdiri dari tiga lapis bahan semikonduktor, baik untuk yang bertipe PNP ataupun NPN. Pada setiap lapisan yang membentuk transistor tersebut memiliki nama-nama tersendiri (kolektor, basis, dan emitor). Dan pada tiap lapisan tersebut terdapat kontak kawat untuk koneksi ke rangkaian. Simbol skematik transistor tipe PNP dan NPN ditunjukan pada gambar.


Perbedaan fungsi antara transistor PNP dan transistor NPN terdapat pada mode bias (polaritas) dari persimpangan ketika transistor beroperasi. Untuk setiap keadaan operasi tertentu, arah arus dan polaritas tegangan untuk setiap jenis transistor yang persis akan berlawanan satu sama lain.

Transistor bipolar bekerja sebagai regulator arus yang dikontrol oleh arus. Dengan kata lain, transistor membatasi jumlah arus yang mengalir. Pada transistor bipolar arus utama yang dikendalikan mengalir dari kolektor ke emitor atau dari emitor ke kolektor tergantung dari masing-masing jenis transistor tersebut (PNP atau NPN). Arus kecil yang mengontrol arus utama mengalir dari basis ke emitor atau dari emitor ke basis, sekali lagi tergantung dari jenis masing-masing transistor tersebut (PNP atau NPN). Menurut standar simbologi semikonduktor, arah panah selalu menunjukkan arah yang berlawanan dengan arah aliran elektron. Perhatikan gambar dibawah ini.


Transistor bipolar disebut bipolar karena aliran utama elektron yang mengalir melewati transistor berlangsung dalam dua tipe bahan semikonduktor, yaitu P dan N, sebagai arus utama yang mengalir dari emitor ke kolektor (atau sebaliknya). Dengan kata lain ada dua jenis polaritas pembawa muatan arus listrik, yaitu pembawa muatan elektron dan pembawa muatan positif atau lubang (hole).

Seperti yang anda lihat, arus yang mengontrol dan arus yang dikontrol akan selalu melewati kawat emitor dan aliran elektron mereka selalu mengalir melawan arah panah transistor. Semua arus harus mengalir dalam arah yang tepat sehingga device dapat bekerja sebagai pengatur atau regulator arus. Pada transistor bipolar, arus kecil pengendali itu biasanya disebut arus basis, karena arus tersebut adalah satu-satunya arus yang masuk atau mengalir melewati basis transistor. Sebaliknya, arus utama atau arus yang dikontrol atau dikendalikan itu disebut sebagai arus kolektor, karena arus utama merupakan satu-satunya arus yang melewati kawat kolektor dari transistor. Sedangkan arus emitor adalah jumlah arus basis dan arus kolektor, sesuai dengan hukum arus kirchhoff (Kirchhoff’s Current Law).

Jika tidak ada arus pada basis transistor, maka transistor akan seperti saklar terbuka yang akan mencegah arus utama mengalir melalui kolektor. Jadi, arus pada basis inilah yang juga akan mengubah transistor menjadi seperti saklar tertutup dan memungkinkan jumlah arus yang proporsional melalui kolektor. 


Cara (prinsip) Kerja Transistor Transistor


Cara (Prinsip) kerja transistor bisa digambarkan sebagai pengaturan aliran air sbb:
Dari gambar diatas kita bisa lihat :

Sumber air dari titik C akan mengalir ke titik E jika dari B diberi sedikit aliran air untuk membuka keran. Aliran air dari C ke E merupakan kelipatan aliran air B misalkan saja aliran C ke E 10 x lipat aliran B . misalnya dari B kita aliri 1 liter/detik maka dari C ke E akan mengalir 10 liter/detik.jika kita aliri air dari B sebesar 100 liter/detik maka dari ke C ke E akan mengalir sebesar 1000 liter /detik. begitu seterusnya.
Aliran C ke E ada batas masimumnya misal 10000 liter /detik. Aliran C ke E akan”OFF”jika tdk ada aliran B yg membuka keran (kecuali ada kebocoran di b).
Pada saat aliran C ke E maksimum (10000 liter /detik) ini disebut“ON”atau saturasi.


Cara kerja transitor

Aliran arus dari C (colector) ke E (emitor) di atur oleh arus B (basis) cara kerjanya seperti pengaturan aliran air dibagian awal. Kelipatan arus  transistor disebut hFE , 
misal: hFE = 400 , arus Basis = 1mA 
maka arus yang mengalir dari C ke E = 1 mA x 400 =  400mA. 

Arus maksimum yang bisa lewat dari C ke E tiap jenis transistor berbeda2, misal 500mA, atau ditulis Ic max = 500 mA. jika tidak ada arus yang lewat di B (Ib=0) maka tdk ada arus juga yang lewat dari C ke E , ini disebut  CUT OFF. jika arus B (Ib) kita rubah rubah besarnya maka arus dari C ke E juga berubah-rubah . jika arus di B (Ib) kita perbesar terus maka akan ada batasnya arus C ke E mencapai maksimum. ini disebut saturasi.

Ic = hFE x Ib

Pada rangkaian dibawah ini , untuk merubah-rubah arus di basis (Ib) kita bisa dengan merubah-rubah tegangan Vin atau nilai resistansi Rin. dan untuk membatasi arus dari C ke E kita beri resistor RL.


Parameter Pada Transistor

Vin bisa kita sebut juga dengan Vbb, yaitu tegangan yang diberikan pada basis. 
Rin bisa kita sebut juga dengan RB, yaitu nilai resistor pada basis. 
Vcc adalah tegangan yang diberikan ke kolektor.
RL bisa disebut juga dengan RC, yaitu nilai resistor pada kolektor. 
Vce adalah tegangan jepit kolektor - emiter. 
Vbe adalah tegangan jepit basis - emiter. 
Ib adalah arus basis 
Ic adalah arus kolektor 
Ie adalah arus emiter 


Selanjutnya kita akan membahas daerah kerja transistor bipolar pada artikel : "Operasi transistor bipolar pada daerah aktif.