Kalibrasi Peralatan Medis
Peralatan kesehatan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan kesehatan lainnya.10 Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya peralatan kesehatan dan semakin beraneka ragamnya jenis peralatan kesehatan yang digunakan dalam kegiatan medis, guna meningkatkan keamanan dan keakurasian informasi hasil pengukuran peralatan kesehatan tersebut maka dipandang sangat perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan yang kini banyak digunakan oleh para praktisi kesehatan.
Undang –Undang Rumah Sakit Tahun 2009 telah mewajibkan bahwa setiap peralatan medik yang digunakan di rumah sakit harus dilakukan pengujian dan kalibrasi secara berkala.
Mengingat masih rendahnya pelayanan pengujian dan kalibrasi peralatan medis di Indonesia serta masih kurangnya pengertian dan pemahaman rumah sakit, baik Daerah, Dinas Kesehatan Propinsi, ataupun Kabupaten/Kota terhadap perlunya kalibrasi dan pengujian ini, maka perlu dilakukan sosialisasi dalam bentuk Kebijakan Pengujian dan Kalibrasi Peralatan Kesehatan kepada para praktisi kesehatan maupun rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia.
Pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan sejalan dengan program peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pada Pasal 16 ayat 2 ditegaskan bahwa Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan dan/atau Institusi Penguji Yang Berwenang.
Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) sebagai institusi penguji dan kalibrasi alat kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.363/Menkes/Per/IV/1998, diberi tugas melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan untuk menjamin mutu (ketelitian, ketepatan dan keamanan) peralatan kesehatan. Kebijakan terkait yang mendukung pengujian dan kalibrasi adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Sejalan dengan pelaksanaan pengujian dan kalibrasi yang dilakukan oleh BPFK, dikeluarkan pula PP No.13 Tahun 2009 tentang Pola Tarif yang berlaku untuk pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.
Melalui sosialisasi yang mencakup perundang-undangan dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan masalah kalibrasi peralatan medis, setiap rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) maupun poliklinik diharapkan mulai sadar mengenai perlunya pengujian dan kalibrasi terhadap peralatan medis. Dengan dilaksanakannya sosialisasi pengujian dan kalibrasi maka Dinas Kesehatan beserta jajarannya (rumah sakit dan puskesmas) diharapkan dapat mendukung sepenuhnya tugas yang dibebankan kepada BPFK. Kini di seluruh Indonesia telah berdiri empat BPFK yang ada di empat kota besar, yaitu BPFK Jakarta, BPFK Surabaya, BPFK Medan, dan BPFK Makassar. Namun, dari keempat BPFK tersebut, dirasakan sampai saat ini belum dapat memenuhi semua permintaan pelayanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan jumlah dan jangkauan pelayanan BPFK untuk meningkatkan kemampuan cakupan pelayanannya.
Maksud dan tujuan utama pengembangan BPFK adalah untuk lebih meningkatkan jangkauan layanan kegiatan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan, sehingga pelayanan pengujian dan kalibrasi serta proteksi radiasi dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, pemerintah merencanakan akan membangun empat unit fungsional BPFK, yaitu Unit Fungsional Pengamanan Fasilitas Kesehatan di Solo, Palembang, Banjarmasin, dan Jayapura.
Tantangan pada era globalisasi yang diiringi dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan, mengakibatkan jumlah rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, merasa perlu untuk melakukan pengujian dan kalibrasi guna memenuhi standar kesesuaian mutu pelayanan kesehatan. Kepada lembaga-lembaga kesehatan yang belum melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan medis yang dimilikinya, wajib melaksanakan pengujian dan kalibrasi untuk peralatan kesehatan, baik yang baru di instalasi atau sedang diuji fungsikan, setelah perbaikan dan peralatan kesehatan yang belum mempunyai sertifikat kalibrasi atau sertifikat kalibrasinya sudah tidak berlaku lagi.
Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan terkait dengan keselamatan pasien yang saat ini sudah mulai masuk ke ranah hukum, sehingga pelaksanaan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan bukan hanya sekadar untuk mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan. Namun, yang lebih penting dari itu adalah dalam rangka menjamin kualitas pelayanan medis dan keamanan pasien. Peralatan medis harus memenuhi standar keamanan, keselamatan, kemanfaatan, dan laik pakai. Untuk menjamin terpenuhinya ketentuan tersebut maka terhadap setiap jenis peralatan medis harus dilakukan pengujian dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan adanya kecenderungan jumlah sarana pelayanan kesehatan yang terus meningkat maka kemampuan dalam pelayanan pengujian dan kalibrasi pun dituntut untuk meningkat pula. Rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pencapaian kesesuaian mutu pada alat medis harus dilakukan pada seluruh tahapan, termasuk pada tahapan/siklus penggunaan. Beberapa kendala yang saat ini umum ditemui di lapangan dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi peralatan medis adalah masalah alokasi anggaran. Banyak pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pengujian dan kalibrasi peralatan medis.
Banyak permasalahan yang muncul berkaitan dengan penggunaan peralatan medis saat ini di Indonesia.
Sekedar contoh, berdasarkan pengalaman dan pengamatan langsung di lapangan, banyak akurasi tensimeter pengukur tekanan darah yang sudah jauh melampaui batas toleransi yang ditetapkan, yakni berkisar lebih kurang 15 mmHg. Jika alat dalam kondisi seperti itu dipaksa digunakan tanpa dikalibrasi, orang yang memiliki tekanan darah tinggi bisa dinyatakan normal atau sebaliknya. Masalah yang ditemukan di lapangan ternyata bukan cuma soal kisaran akurasi, tetapi ada juga tensimeter yang air raksa di dalamnya memiliki gelembung, kotor, bahkan tersumbat, tapi tetap dipakai.
Di suatu rumah sakit, bukan tidak mungkin ditemukan hanya 20 persen dari alat kesehatannya yang masih layak pakai. Kenyataan itu terungkap dalam acara open house Kalibrasi dan Instrumentasi serta Teknologi Pengujian yang diadakan oleh Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi LIPI serta Pusat Penelitian Standar Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Masalah lain yang ditemukan di lapangan adalah adanya beberapa rumah sakit yang justru ketakutan ketika akan dilakukan pengujian terhadap peralatan kesehatan yang dimilikinya. Ketakutan itu muncul karena alat yang mereka miliki sudah tidak layak pakai.
Menurut Pusat Standar Mutu dan Teknologi Pengujian, saat ini pusat penelitian itu sedang merintis kemampuan dan fasilitas untuk pengujian alat-alat medis yang bukan sekadar tera, dengan harapan bisa memperbaiki kondisi seperti dicontohkan di atas. Beberapa jenis peralatan medis seperti peralatan ultrasonografi (USG), inkubator bayi, pacu jantung elektrik, simulator pasien, tensimeter, dan peralatan lainnya perlu diuji serta dikalibrasi ulang. Untuk peralatan USG, misalnya, pengujiannya dilakukan untuk memastikan apakah ketika alat bergerak ke sisi perut tertentu, gambar yang ditunjukkan benar bagian dari perut itu dan tidak menyimpang.
Suatu alat ada kemungkinannya juga harus menjalani beberapa jenis kalibrasi. Pesawat sinar-X untuk radiodiagnostik, misalnya, perlu diuji tingkat radiasi paparan (exposure radiation) dan kemampuan pencitraan dari alat tersebut.
Kalibrasi jenis pertama ditujukan untuk mengalibrasi tingkat radiasi paparan yang keluar agar tidak melebihi batas normal keamanan bagi pasien maupun operator. Sedang kalibrasi yang kedua dilakukan berhubungan dengan diagnosis untuk mendapatkan kualitas citra terbaik.
Beberapa alat kedokteran sekarang ini ada juga yang sudah dilengkapi alat bantu untuk mengalibrasi dari pabrik pembuatnya. Misalnya, untuk pesawat CT-Scan terdapat water phantom untuk menganalisis distribusi intensitas dari CT-Scan dan pada elektrokadiograf (EKG) terdapat Phantom Signal Generator yang berupa generator sinyal pembangkit sinyal EKG standar. Pada alat-alat laboratorium klinik pun juga ada phantom pengkalibrasi ini. Jadi, bila rumah sakit membeli alat baru, perlu memperhatikan kelengkapan alat untuk pengkalibrasiannya.
Tidak jarang suatu rumah sakit enggan untuk mengalibrasi alatnya karena merasa keabsenan alat tersebut saat dikalibrasi akan menggangu kelancaran pelayanan rumah sakit.
Tidak jarang juga suatu rumah sakit bahkan sama sekali tidak tahu di mana dan bagaimana harus mengalibrasi alatnya. Banyak juga rumah sakit yang tidak mengetahui bahwa alatnya sudah tidak layak pakai lagi. Karena persoalan itu, kini sebagaian masyarakat umum yang sudah mulai paham tetang jaminan kualitas pelayanan kesehatan menjadi takut, atau paling tidak ragu kalau banyak dokter salah diagnosis gara-gara alat yang digunakan sebagai alat bantu tidak bisa dipercayai keakuratan hasil pengukurannya.
Masalah peralatan di rumah sakit bukan sekadar memperbaiki kalau ada kerusakan, tapi yang paling mendasar adalah melakukan kalibrasi alat yang erat kaitannya dengan akurasi dan presisi pembacaan alat terhadap spesimen yang diperiksa. Penyimpangan alat akan sangat besar kalau tidak pernah dikalibrasi, sehingga kelaikan alat atau pesawat untuk memeriksa spesimen dengan betul dan mendekati kebenaran sulit tercapai. Karena kondisi alat yang sudah tidak laik pakai, tidak jarang ditemukan kasus di lapangan di mana hasil pemeriksaan laboratorium tidak bersesuaian dengan kondisi klinis yang diderita pasien.16 Jika hal itu terjadi, jalan keluarnya selama ini adalah dengan mengulang pemeriksaan di laboratorium lain (second opinion/test). Tidak pernah mencurigai alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan.
Penutup
Jika masalah kelayakan peralatan yang digunakan dalam pelayanan kesehatan dikaitkan dengan keselamatan pasien maka banyak jenis kegiatan medis yang dilakukan di Indonesia belum memberikan jaminan keselamatan kepada pasien. Indikasi ini dapat dilihat dari rendahnya kesadaran terhadap pengujian dan kalibrasi peralatan yang digunakan sebagai penunjang dalam pelayanan kesehatan. Pengujian dan kalibrasi alat medis sebaiknya dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali. Namun, saat ini banyak peralatan medis yang digunakan di rumah sakit jarang divalidasi dan dikalibrasi ulang. Departemen Kesehatan melaporkan bahwa sekitar 40% instrumen medis yang dipakai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia belum dikalibrasi. Indikasi lain yang menunjukkan rendahnya jaminan keselamatan bagi pasien adalah laporan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) yang menemukan banyaknya pesawat sinar-X yang dioperasikan tanpa ijin, atau ijinnya sudah kadaluwarsa.
Di lain pihak, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya penggunaan alat medis yang aman dan akurat semakin meningkat. Demikian pula tuntutan tehadap jaminan keselamatannya. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, terlihat masih adanya pekerjaan besar dalam mengoptimalkan peran pengujian dan kalibrasi alat-alat kesehatan di Indonesia.
Sumber :
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2012/edisi-no-04-vol-xxxvii-2012/435-artikel-konsep/890-pentingnya-kalibrasi-alat-ukur-dalam-kegiatan-medis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar